Tak Cukup "Sharing" di Dunia Maya

Tak Cukup "Sharing" di Dunia Maya


Dunia maya punya kultur yang semakin banyak menarik perhatian kalangan urban. Di era digital sekarang ini semakin banyak orang yang menemukan kenikmatan sharing mengenai berbagai hal melalui media sosial. Interaksi terjadi di dunia maya, memenuhi kebutuhan akan informasi dan komunikasi, namun bukan interaksi sosial sebenarnya.

Boleh jadi Anda juga menjadi bagian dari kultur dunia cyber ini. Salah satu tanda sederhananya, jika Anda lebih senang berbagi cerita dan pengalaman melalui Twitter, Facebook ketimbang bertemu muka dengan kawan lama misalnya.

"Orang butuh ruang untuk mengekspresikan diri namun ketiadaan ruang publik membuat orang katarsis lewat media sosial. Orang menemukan tempat untuk sharing. Namun dunia maya saja tidak cukup, orang juga butuh interaksi sosial," jelas Irwan Hidayana, Antropolog dari Universitas Indonesia di sela peluncuran kampanye Mizone City Project di Jakarta beberapa waktu lalu.

Menurut Irwan, ekspresi kalangan urban terutama anak muda yang disampaikan melalui media sosial tak lepas dari kondisi eksternal. Budaya dunia maya ini tak hanya dipengaruhi faktor ketiadaan ruang publik namun juga faktor keluarga dan kondisi kota.

Kebiasaan menyalurkan emosi atau berekspresi lewat dunia maya, menandakan adanya masalah komunikasi dalam keluarga. "Ada persoalan di keluarga. Anak dan orangtua tidak berkomunikasi dengan baik," jelasnya.

Selain keluarga, kondisi kota yang tidak kondusif juga membuat individu, terutama remaja, lebih banyak mengungkapkan ekspresinya melalui sosial media. Kondisi ini paling terasa dampaknya bagi remaja. Karena remaja membutuhkan ruang terbuka untuk berekspresi. Sayangnya, ruang publik kian terbatas dan remaja kehilangan tempat yang nyaman.

Kedua persoalan ini, kata Irwan, juga muncul sebagai dampak dari perkembangan kota dan perubahan sosial budaya masyarakat kota.

"Masyarakat kota memiliki mobilitas dan kesibukan tinggi. Pergeseran budaya terjadi. Termasuk budaya komunikasi di keluarga, dengan orangtua yang sibuk bekerja, dan remaja yang tak memiliki teman bicara. Kota yang padat dan sibuk juga merupakan konsekuensi dari perkembangan kota," jelasnya.

Namun kondisi ini tak bisa dibiarkan begitu saja. Perlu ada upaya yang dilakukan untuk mengimbangi dominasi budaya dunia maya yang secara tidak langsung muncul sebagai akibat dari perkembangan kota.

"Ruang sosial yang baru perlu diciptakan, melalui berbagai kegiatan positif utamanya untuk anak muda," jelas Irwan menyontohkan kegiatan seni pertunjukkan, musik atau tari, sebagai budaya yang telah terpelihara sejak lama dapat menjadi ruang sosial untuk anak muda.

Ruang sosial seperti inilah yang semestinya semakin banyak ditonjolkan untuk mengimbangi budaya dunia maya di Facebook dan Twitter. Selain juga memperbaiki kembali pola komunikasi dalam keluarga.

Anda tak harus meninggalkan Facebook atau Twitter, namun dapat berperan aktif menciptakan keseimbangan dalam interaksi sosial masyarakat urban ini.



http://female.kompas.com/read/2012/02/16/17215958/Tak.Cukup.Sharing.di.Dunia.Maya

0 komentar:

Posting Komentar