Rasisme dalam Sepak Bola

Rasiisme dalam Sepak Bola


Seru dan asyiknya putaran AFF Cup 2012 bertambah bumbu sehingga rasanya bertambah pedas. Bumbu yang ditambahkan itu adalah, pertama, pengeroyokan suporter Indonesia oleh suporter Malaysia di Kuala Lumpur, Malaysia. Kedua, publik Indonesia dan Singapura dikejutkan dengan unggahan video di www.youtube.com yang berbau rasis.

Dalam tayangan itu, tergambar suporter Malaysia bernyanyi dengan syair yang melecehkan Indonesia dan Singapura. Apa yang dilakukan oleh suporter Malaysia tentu memancing respon yang negatif dari rakyat Indonesia. Pasti akan ada pembalasan dari suporter Indonesia dan Singapura dalam sebuah moment yang akan datang.

Rasis dalam dunia sepakbola sering muncul dalam sebuah pertandingan antarnegara atau antarklub di Eropa. Rasis muncul di sepakbola Eropa disebabkan oleh banyak faktor seperti sejarah masa lalu sebuah bangsa, ego etnis, dan adanya kesenjangan ekonomi antar dua negara. Rasis selalu muncul dalam Piala Eropa bila yang bertanding el clasico atau musuh bebuyutan, seperti Inggris melawan Jerman dan Belanda melawan Jerman.

Sebagaimana kita ketahui sekitar 46 negara yang ada di Eropa berdiri dan tegak di atas dasar keetnisan. Mereka membentuk negara dan bangsa karena persamaan satu etnis. Etnis ini kemudian menjadi nasionalisme.

Saat Perang Dunia II, Jerman melakukan penyerbuan ke banyak negara di daratan Eropa dengan menggunakan taktik Blitzkrieg atau perang kilat. Blitzkrieg selain kilat juga menggunakan kekuatan penuh yakni mengerahkan kekuatan pesawat terbang, tank, dan artileri. Dengan kekuatan yang ada kekuatan itu menerobos pertahanan musuh menyusuri front yang sempit. Sedang kekuatan udara menghalangi musuh untuk menutupi celah pertahanan yang lowong. Dengan taktik ini Jerman mengepung pasukan lawan dan memaksa mereka untuk menyerah.

Invasi Jerman dari tahun 1939 hingga 1941 membuat Polandia, Denmark, Norwegia, Belgia, Belanda. Luksemburg, Prancis, Yugoslavia, dan Yunani, berada di bawah kendali Jerman. Namun Jerman tidak berhasil mengalahkan Inggris Raya, meski demikian kota London yang digempur oleh AU Jerman luluh lantah.

Dalam suasana yang stabil masalah etnis dan masa lalu itu tidak muncul namun dalam moment-moment seperti Piala Eropa, Piala Dunia, dan krisis ekonomi, hal yang demikian bisa muncul ketika emosi terpancing. Saat el clasico, Jerman melawan Belanda atau Jerman melawan Inggris pasti akan muncul sentimen etnis dan ingatan masa lalu hubungan kedua negara sehingga mereka saling melecehkan atau dilecehkan.
Saat Piala Dunia 2010, ketika Jerman hendak melawan Inggris, pemain Tim Nasional Jerman di tahun 1970-an, Franz Beckenbauer, melontarkan pernyataan pedas kepada Tim Nasional Inggris dengan menyebut mereka bodoh. Apa yang dikatakan itu mengundang reaksi yang panas dari publik Inggris. Akhirnya pemain yang dijuluki Kaisar itu meminta maaf kepada rakyat Inggris.

Sebelumnya juga pernah terjadi di mana menjelang Piala Eropa 1996 antara Jerman dan Inggris, sebuah tabloid di Inggris melecehkan bangsa Jerman soal gagalnya invasi Jerman ke Inggris.

Yunani yang pernah diduduki Jerman rupanya mempunyai ‘dendam.’ Buktinya saat Kanselir Jerman Angela Merkel melawat ke Yunani dalam rangka mengatasi krisis ekonomi, rakyat Yunani mendemo Merkel. Demonya bukan demo biasa tapi memvisualkan Merkel seperti Pemimpin Nazi Adolf Hittler dengan menggunakan baju berlambang Nazi. Hal ini merupakan salah satu bentuk rasis.

Maraknya rasis dalam dunia sepakbola ini mengundang badan sepakbola FIFA dan UEFA mengkampanyekan antirasis dengan mengusung bendera bertuliskan Say No To Racis menjelang setiap pertandingan resmi. FIFA dan UEFA pun mengeluarkan berbagai kebijakan yang menghukum kepada pemain, penonton, klub, dan badan sepakbola di sebuah negara bila melakukan tindakan rasis. Badan sepakbola itu ketika menegakkan antirasis sangat tegas.

Ketika pemain Manchester United, Rio Ferdinand, berkomentar rasis di twitter yang mengejek pemain Chelsea, Ashley Cole dengan sebutan choc ice, sebuah ejekan untuk menggambarkan seseorang yang berkulit hitam namun orang itu merasa berkulit putih, ia langsung dijatuhi hukuman oleh FA, badan sepakbola Inggris.

Demikian pula, FA memberi hukuman kepada Kapten Chelsea, John Terry, dengan larangan bermain sebanyak 4 pertandingan dan denda 220.000 poundsterling. Terry dinyatakan bersalah mengumpat back Queens Park Rangers, Anton Ferdinand, dengan kalimat rasis.

Tak hanya pemain, FA pernah mengacam akan menghukum West Ham United sebab suporternya menyanyikan nyanyian yang menghina kelompok Yahudi ketika mereka bertanding melawan tim sekota, derby, dengan Tottenham Hotspur di White Hart Lane.
Munculnya rasisme di sepakbola Asia Tenggara juga dipicu dengan masalah-masalah sama seperti di Eropa yakni ego etnis dan masa lalu hubungan kedua negara. Sebagai negara yang bertetangga, Indonesia, Singapura, dan Malaysia, mempunyai banyak masalah yang bisa menjadi pemicu rasisme. Pemicu rasisme itu seperti masalah TKI dan perbatasan.

Tindakan sewena-wena kepada TKI dan seringnya Malaysia melanggar tapal batas membuat kebencian orang Indonesia kepada Malaysia sangat tinggi. Buktinya saat demo, orang Indonesia melakukan pembakaran bendera Malaysia, melakukan sweeping kepada orang Malaysia, dan kata-kata yang melecehkan Malaysia. Rupanya hal ini diketahui oleh rakyat Malaysia dan mereka membalas dalam moment-moment seperti AFF Cup saat bertanding di Bukit Jalil.

Untuk mencegah kasus rasisme menjadi budaya di sepakbola Asia Tenggara maka badan sepakbola di masing-masing negara, AFF, AFC, dan FIFA harus mengivestigasi masalah ini dan memberi hukuman kepada pihak-pihak yang melakukan tindakan rasis. Bila dibiarkan, pasti akan terjadi rasisme dendam yang berkepanjangan.

Ardi Winangun
Pengamat dan Penggemar Sepakbola


http://suar.okezone.com/read/2012/12/07/58/728702/mengapa-rasisme-muncul-dalam-sepakbola

0 komentar:

Posting Komentar