Jajanan Anak Mengkhawatirkan Perlu Pengawasan Serius

Jajanan Anak Mengkhawatirkan Perlu Pengawasan Serius 


Berdasarkan hasil pengawasan Badan POM pada lima tahun terakhir (2006-2010), jajanan anak sekolah yang menggunakan bahan kimia berbahaya atau  tidak memenuhi syarat kesehatan berkisar antara 40 persen – 44 persen. Bahan kimia berbahaya tersebut meliputi bahan pengawet seperti formalin dan boraks, serta bahan pewarna seperti rhodamin B dan methanil yellow.

Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), Kustantinah, mengatakan sekitar 40-45 persen pangan jajanan anak sekolah (PJAS) mengandung bahan berbahaya. “Jumlah ini sudah mengkhawatirkan,'' tegasnya usai menandatangani nota kesepakatan dengan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak tentang Pengarusutamaan Gender dan Pemenuhan Hak Anak di bidang Obat dan Makanan di Jakarta, Rabu (2/3/2011).

Ia mengatakan dampak mengonsumsi PJAS tersebut tidak akan langsung. ''Bahan berbahaya akan tertumpuk secara akumulasi dalam organ tubuh mungkin baru puluhan tahun berikutnya terasa yang timbul dalam bentuk penyakit,'' tutur Kustantinah.

Bahan kimia berbahaya terus digunakan dalam PJAS karena bahan tersebut dijual bebas di toko bahan kimia. Ia mengatakan pengawasan terhadap toko bahan kimia bukan wewenang BPOM, namun berada di bawah pengawasan Kementrian Perdagangan.

Meneg PP & PA, Linda Amalia Sari berharap, MOU ini bisa meningkatkan koordinasi pengawasan terhadap jajanan anak. ”Kami punya badan PP dan PA di daerah yang akan bekerja sama dengan Balai POM di daerah untuk bersama mengawasi jajanan anak,” tutur dia.

Kalau Kementerian PP dan PA di pusat, hanya sebatas advokasi atau pendampingan sosial. ”Tapi kami juga memperjuangkan hak anak untuk mendapatkan informasi tentang kesehatan makanan. ‘Karena jika makanan yang dikonsumsi tidak sesusai dengan kandungan gizi maka akan berdampak pada kesehatan anak tersebut,” ujar Linda.

Linda pun mengatakan cukup prihatin dengan peredaran obat dan makanan ilegal di Indonesia yang menunjukkan kecenderungan meningkat. Dimana peredaran ini berpotensi menimbulkan resiko terhadap kesehatan masyarakat khususnya perempuan dan anak.


http://apindonesia.com/new/index.php?option=com_content&task=view&id=3444&Itemid=48

0 komentar:

Posting Komentar