Berkepala Botak Lebih Berisiko Kena Penyakit Jantung


Berkepala Botak Lebih Berisiko Kena Penyakit Jantung


Mungkin jika melihat pria berkepala plontos, kesan pertama yang muncul adalah menyamakan penampilannya dengan Bruce Willis, Vin Diesel atau Jason Statham. Tapi jika botaknya karena kerontokan rambut, maka perlu menjaga kesehatan karena pria berkepala botak lebih berisiko kena penyakit jantung.

Sebuah penelitian di Jepang menemukan bahwa pria botak lebih berisiko mengalami masalah jantung dibandingkan yang rambutnya masih utuh. Tapi jangan khawatir, yang berisiko adalah yang rambutnya rontok di bagian atas kepala, sedangkan yang rontok pada bagian depan tidak.

Setelah mengkaji 6 penelitian dengan total peserta hampir 37.000 orang, peneliti menyimpulkan bahwa pria botak memiliki kemungkinan terserang penyakit jantung koroner 32 persen lebih tinggi. Namun penelitian yang dimuat British Medical Journal ini tidak menemukan ada hubungan antara pria yang garis rambutnya surut dengan risiko penyakit jantung.

Menurut para peneliti dari departemen diabetes dan penyakit metabolik University of Tokyo ini, pria yang baru saja mengalami kerontokan pada bagian atas kepala atau disebut 'vertex baldness' 52 persen lebih mungkin mengalami serangan jantung dibandingkan yang kepalanya masih penuh rambut.

"Hasil meta-analisis yang ada memberikan bukti yang berguna mengenai pengaruh potensial dari kebotakan terhadap penyakit jantung koroner. Pasien dan dokter harus mempertimbangkan kemungkinan bahwa kebotakan berkaitan dengan peningkatan risikonya," kata peneliti seperti dilansir Counsel and Heal, Kamis (4/4/2013).

Tim peneliti yang dipimpin dr Tomohide Yamada mengajak pria yang mengalami kebotakan karena kerontokan rambut untuk menjalani pemeriksaan dokter. Pria yang memiliki vertex baldness, khususnya yang masih berusia muda, harus segera diperiksa mengenai risikonya mengidap penyakit jantung.

"Kami merekomendasikan untuk mengadaptasi gaya hidup demi jantung sehat yang meliputi diet rendah lemak, rajin olahraga dan kurangi stres. Faktor risiko klasik jantung koroner seperti usia, hipertensi dan kebiasaan merokok dapat mempengaruhi kondisi tersebut," kata dr Yamada.


0 komentar:

Posting Komentar