Verifikasi Partai Baru

Verifikasi Partai Baru


Komisi Pemilihan Umum (KPU) semestinya mengikuti rekomendasi Badan Pengawas Pemilu agar 12 partai yang gagal dalam seleksi administrasi dinyatakan lolos. Keputusan KPU bahwa 12 partai itu tidak lolos terbukti diwarnai pelanggaran dan ketidaktransparanan. Salah satunya, proses pengumuman hasil verifikasi mundur dari jadwal. Dengan mengikuti rekomendasi Badan Pengawas Pemilu, KPU akan terhindar dari tuduhan telah bertindak tidak adil terhadap partai calon peserta pemilu.

Rekomendasi itu turun setelah 12 partai yang dinyatakan tidak lolos mengadu ke Badan Pengawas Pemilu. Mereka menuding KPU tidak jujur dalam verifikasi administrasi tahap kedua. Akibatnya, mereka dan enam partai lain gagal maju ke tahap berikutnya. KPU dituding tidak transparan, melanggar sendiri aturan yang dibuat dengan menunda pengumuman hasil verifikasi hingga tiga hari, dari 25 Oktober menjadi 28 Oktober.

Sebenarnya urusan verifikasi sudah diatur dengan jelas. Agar bisa ikut pemilihan, partai disyaratkan memiliki pengurus daerah di semua provinsi, pengurus cabang di sedikitnya 75 persen kabupaten/kota di sebuah provinsi, memiliki pengurus wanita setidaknya 30 persen, dan punya anggota minimal 1.000 orang di setiap cabang. Syarat ini ditetapkan agar partai-partai peserta pemilu terbukti layak dan memiliki konstituen.

Persyaratan-persyaratan itulah yang diperiksa. Pada tahap awal, yang berlaku adalah pemeriksaan administratif dan berlanjut ke verifikasi faktual. Semestinya, pada tahap ini pemeriksaan tak sulit dilakukan karena hanya mencocokkan kelayakan dokumen. Jika pemeriksaan dilakukan dengan benar dan transparan, partai yang diperiksa pun tak punya alasan untuk mempersoalkannya.

Akan menjadi masalah jika KPU dan pihak-pihak lain yang terlibat dalam proses seleksi ternyata tidak berlaku sebagai wasit yang netral. Inilah yang antara lain dituduhkan kepada KPU. Partai Kebangkitan Nasional Ulama (PKNU), salah satu partai yang gagal, menuding KPU sengaja menghilangkan dokumen kelengkapan untuk Dewan Pimpinan Wilayah Aceh Sigli. Akibatnya, mereka gagal dalam seleksi. Kecurigaan ini semestinya dijawab oleh KPU dengan gamblang.

Kebijakan massa yang mengambang pada zaman Orde Baru telah menjauhkan partai politik dari masyarakat. Partai-kecuali Golkar-tak boleh memiliki pengurus di tingkat kecamatan ke bawah. Ini membuat banyak orang Indonesia buta politik, bahkan anti-politik. Maka, jika sekarang partai baru bermunculan dan berusaha sekuat tenaga memenuhi syarat untuk ikut pemilu, kita seharusnya gembira. Partai baru setidaknya membawa dua pesan: partai yang ada belum baik betul, atau ada aspirasi yang belum terserap.

Hingga batas tertentu, bertambahnya jumlah partai akan meningkatkan partisipasi politik. Rakyat punya lebih banyak pilihan. Rakyat dengan mudah memilih mana partai dan anggota Dewan yang memang mewakili mereka. Sebaliknya, rakyat pun akan dengan mudah mencampakkan partai atau anggota Dewan yang terbukti tidak memenuhi harapan pendukungnya.

Dengan logika itu, proses verifikasi semestinya tidak menjadi peluang untuk menjegal munculnya partai baru. Bahkan, KPU seharusnya membantu partai-partai agar bisa memenuhi persyaratan. Biarlah kelak, saat tiba waktunya pemilihan umum, para pemilih memutuskan partai mana yang layak didukung dan mana yang tidak. Kalau memang partai itu tidak layak, dengan sendirinya mereka akan tersingkir karena tak memenuhi batas minimal suara pemilih yang disyaratkan.


http://www.tempo.co/read/opiniKT/2012/11/07/1973/Verifikasi-Partai-Baru

0 komentar:

Posting Komentar