Istiqomah Berdakwah

Istiqomah Berdakwah


Kami mengenalnya sebagai seorang juru dakwah. Sering dia diminta untuk memberi wejangan agama.

Namun, beberapa tahun terakhir ia meninggalkan gelanggang dakwah dan bergabung dengan partai politik lalu masuk di parlemen.

Kesehariannya kini lebih sering menenteng gadget, seperti iPad dan HP di tas mininya. Mungkin sebagai pengganti tasbih yang dulu biasa diputar sambil berzikir.

Biasanya, sebelum azan, wajahnya selalu tampak basah oleh air wudhu dan sudah bersiap di belakang mihrab. Kini, walau azan sudah berkumandang, beliau terlihat masih sibuk menyalami relasi dan kolega politik. Majelis-majelis ilmu dan mimbar-mimbar dakwah yang dulu membesarkan namanya, kini terlihat hanya seperti hiasan.

Kita pasti mengelus dada. Sangat disayangkan jika akhirnya beliau benar-benar meninggalkan harakah dakwah. Semoga saja, sahabat kita ini kembali berjuang menegakkan kebenaran dan Islam.

Tulisan ini tentu bukan ajakan untuk meninggalkan gedung parlemen atau melepas kursi kementerian. Tidak sama sekali. Ini hanya sekadar seruan moral untuk istiqamah dalam dakwah.

Masih terekam dalam ingatan kami, ketika beliau berpamitan. “Semoga posisi ini memudahkan langkah dakwah kita, narju bidu'aikum (mohon doa) ya ustaz,” ucapnya.

Sejujurnya ingatan ini hanya menambah gerusan hati saja karena kenyataan justru lebih tampak bukan sebagai batu loncatan dakwah yang memudahkan tapi menjatuhkan.

Peran juru dakwah yang “berubah” ini pastinya bukan hanya pada diri beliau, tapi telah membiak di negeri ini. Dulu kita mengenalnya sebagai ustaz, guru agama, penceramah, dai, punya pondok pesantren, dan sebagainya. Akan tapi, setelah masuk wilayah kekuasaan, peran itu berubah.

Kita sudah sering mendengar banyaknya pejabat yang masuk 'hotel prodeo'. Tak hanya politisi, tapi juga sosok yang selama ini dikenal alim. Sering juga kita dengar, ada banyak sekali pesantren tutup, karena para santrinya tidak lagi terurus. Karena pengasuhnya jarang pulang dan tak sempat mengajar. Majelis-majelis taklim berhenti, karena ustaz atau ustazahnya sedang ke luar kota.

Atas keadaan inilah, rasanya penting melihat lagi risalah istiqamah dalam dakwah. Tidak mengapa berganti “baju”. Dengan lebih “bergaya”, seharusnya daya jelajah dakwah lebih kuat dan menghunjam.

Rasanya menjadi luar biasa jika manusia-manusia Muslim parlemen atau para petinggi kekuasaan, sesaat sebelum terdengar suara azan, pimpinan sidang meminta penghentian sidang untuk bersama melaksanakan shalat berjamaah. Indahnya pemandangan itu.

Jika sudah demikian, benarlah keadaan mereka. Silakan rebut dunia, raih kedudukan, tapi jangan tinggalkan umat dan akhirat. Jadikan kursi dan meja sidang sebagai mushala. Jadikan persidangan dan lobi-lobi sebagai mimbar dakwah.

Saudaraku, tetaplah bersahaja, apa adanya. Amalan kebaikan yang sebelumnya hidup, hidupkan kembali. Sungguh, buah istiqamah itu akan menanti kita. Orang yang istiqamah dalam dakwah sebenarnya sedang meniti jalan surga.

Mereka akan selalu dikawal dan dihibur para malaikat. Dan Allah beserta para makhluk-Nya, akan turut membantu setiap urusan mereka, baik dunia maupun akhirat. (QS Fushilat [41]: 30). Wallahu a'lam.


http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/hikmah/12/11/15/mdj9sc-istiqamah-berdakwah

0 komentar:

Posting Komentar