Pertandingan Tinju Kelas Berat Terbaik Sepanjang Sejarah

Pertandingan Tinju Kelas Berat Terbaik Sepanjang Sejarah


Pertarungan antara David Haye dan Wladimir Klitschko Sabtu (03/07) tak bisa dipungkiri merupakan pertarungan besar di tinju kelas berat dalam beberapa tahun terakhir.

Tapi dibandingkan beberapa pertarungan besar lain, pertemuan Haye dan Klitschko ini tak ada apa-apanya.

Berikut 10 pertarungan tinju kelas berat yang menggoncang dunia, menyebabkan kerusuhan sosial, ancaman pembunuhan, melibatkan diktator Afrika, memakan kuping, puncak keberingasan, hingga penganyi Frank Sinatra menjadi juru kamera.

John L Sullivan v Jim Corbett - 7 September 1892, New Orleans, Amerika Serikat

John L Sullivan adalah petinju kelas berat dunia terakhir yang mempertahankan gelar era tanpa sarung tinju sekaligus yang pertama menggunakan sarung tinju.

Itulah sebabnya ia sering dianggap sebagai petinju yang mengubah tinju dari kegiatan yang hampir kriminal menjadi olahraga yang mempunyai aturan dan dihormati.

Jim Corbett sementara dianggap sebagai model awal petinju kelas berat modern: dilatih dan bukan belajar tinju di jalanan, melindungi diri dengan pukulan jab, menggunakan teknik bukan sekedar adu pukul seperti layaknya petinju saat itu.

Bertarung di stadion Olympic Club, New Orleans, yang berkapasitas 10.000, Sullivan yang sudah tidak bertinju selama 4 tahun, terengah-engah mengikuti pergerakan Corbett.

Di ronde ke 21 Corbett melepas pukulan keras yang langsung membuat Sullivan tergeletak.

''Untung yang mengalahkan aku orang Amerika,'' kata Sullivan setelah bisa berdiri lagi.

Jim Jeffries v Jack Johnson - 4 Juli 1910, Reno, Amerika Serikat

Kalau Corbett adalah model awal petinju kelas berat modern, Jeffries adalah model petinju kelas berat yang ideal: tinggi 2 meter, berat sekitar 100 kilogram, tubuh proporsional, serta kemampuan bertinju yang sangat bagus.

Tahun 1899, Jeffries mengalahkan petinju Inggris Bob Fitzsimmons untuk merebut sabuk kelas berat dan mempertahankannya selama tujuh kali dalam lima tahun sebelum mengundurkan diri.

Tetapi kemudian muncullah Jack Johnson. Tahun 1908 petinju kulit hitam ini merebut gelar juara dari Tomy Burns di Sydney. Bagi warga Amerika, kenyataan gelar juara tinju dunia dipegang oleh petinju kuit hitam merupakan bencana.

Apa boleh buat, Jeffries yang sudah gendut dan kecanduan merokok pipa terpaksa tampil untuk menjadi harapan ''kulit putih''. Bukan sekedar kulit putih Amerika tetapi dunia.

Jeffries berlatih habis-habisan dan berat badannya turun hingga 50 kilogram lebih. Namun Johnson adalah model petinju kelas berat ideal berikutnya: cepat dan licin.

Jeffries menjadi bulan-bulanan dan kalah di ronde ke-15. Kerusuhan meletus di seluruh Amerika dan menyebabkan banyak warga tewas.

Gene Tunney v Jack Dempsey - 23 Agustus 1926, Philadelphia, Amerika Serikat

Tunney seorang bekas marinir yang hidup teratur dengan ketertarikan pada buku, sementara Dempsey hidup ugal-ugalan, suka berkelahi dan lari dari wajib militer. Pertarungan ini menjadi pertarungan klasik dengan 120.000 penonton memenuhi stadion Sesquicentennia.

Tunney memperlihatkan teknik bertinju yang sempurna dan dengan meyakinkan menundukkan juara bertahan dalam 10 ronde. Pertarungan ini sering disebut sebagai lompatan kedepan dalam teknik bertinju. Sebelumnya petinju yang suka adu pukul macam Dempsey dianggap petinju yang ideal.

Tunney dianggap sebagai bapak penemu ilmu bertinju modern.

Dalam pertarungan ulang, lagi-lagi Tunney memenangkan pertarungan dan kemudian mengundurkan diri.

Max Baer v James J Braddock - 13 Juni 1935, New York, Amerika Serikat

Braddock berusia 29 tahun dan bapak tiga anak ditengah kungkungan depresi yang melanda Amerika ketika mendapat tawaran untuk bertarung melawan juara dunia Baer yang dikenal sebagai seorang playboy.

Braddock mencatatkan rekor kekalahan 22 kali menjelang pertarungan ini. Baer yang sangat berbakat tetapi semaunya sangat yakin akan memenangkan pertarungan sehingga ia menjalani sebagian besar latihannya di bar.

Baer kalah total di hadapan 35.000 penonton yang histeris.

Braddock diberi gelar ''Pangeran Cinderella'' oleh seorang penulis Amerika. Ia memegang gelar tersebut selama dua tahun sebelum dipukul KO Joe Luis tahun 1937. Tetapi kisah hidupnya yang layaknya dongeng menjadi inspirasi warga Amerika dalam menghadapi resesi saat itu.

Joe Louis v Max Schmeling - 22 Juni 1938, New York, Amerika Serikat

Kalau dampak sosial dan politik pertarungan Jeffries-Johnson mengguncang Amerika Serikat hingga ke fondasinya, pertarungan Louis-Schmeling mengguncang dunia dan dianggap sebagai salah satu peristiwa olahraga paling penting di abad 20.

Pada tahun 1936, mantan juara dunia asal Jerman, Max Schmeling, memukul KO Louis dalam 12 ronde. Namun tahun berikutnya Louis menjadi petinju kulit hitam pertama yang memenangkan gelar juara sesudah Johnson dan mempertahankannya tiga kali.

Dengan pertarungan diadakan menjelang Perang Dunia II, Schmeling digambarkan oleh Adolf Hitler sebagai perwujudan supremasi Arya. Presiden Roosevelt berharap Louis akan memperlihatkan keteguhan sikap Amerika Serikat.

72 ribu orang menonton Louis menghancurkan Schmeling dalam satu ronde. Jarang sekali penonton pertandingan tinju begitu bergembira melihat pertarungan cepat selesai.

Muhammad Ali v Sonny Liston - 25 Mei 1965, Lewiston,Amerika Serikat

Ketika Cassius Clay merebut gelar juara kelas berat dari Sony Liston tahun 1964, pretasi itu merupakan salah satu hasil paling tak diduga dalam sejarah tinju. Pertarungan ulang tahun berikutnya dibumbui oleh intrik dan teori konspirasi.

Seminggu setelah menjadi juara, Clay mengumumkan ia mengganti namanya menjadi Muhammad Ali dan menjadi anggota organisasi Nation of Islam. Dengan Amerika masih ramai dengan prasangka ras dan keagamaan, masyarakat sangat tidak menerima pernyataan itu. Bahkan rumor sempat beredar keduanya akan menjadi target pembunuhan.

Ketika ronde pertama sedang berlangsung, Liston tiba-tiba tergeletak di tengah ring. Persoalannya adalah bahwa ia sepertinya tidak terkena pukulan. Terkena atau tidak, Liston mulai dihitung di tengah kebingungan dan ketidakjelasan akan apa yang terjadi.

Hingga detik ini belum jelas apakah Liston dengan sengaja menjatuhkan diri. Liston mengklaim bahwa ia takut dengan Nation of Islam dan itulah ia sebabnya ingin pertarungan selesai secepat mungkin.

Joe Frazier v Muhammad Ali - 8 Maret 1970, New York, Amerika Serikat

Dinobatkan sebagai pertarungan abad 20, Ali-Frazier I adalah pertarungan pertama dua juara dunia tak terkalahkan di ring tinju. Tetapi lebih dari sekadar itu, pertarungan ini penuh dengan simbol-simbol sosial pada jamannya.

Ali menolak wajib militer tahun 1967, dicabut gelarnya dan dilarang bertinju. Dalam masa pengasingan, Ali menjadi simbol anti-kemapanan sementara Frazier dianggap sebagai warga yang baik dan penurut.

Bintang Hollywood Burt Lancaster menjadi komentator, sementara Frank Sinatra menjadi juru kamera dan Norman Mailer menjadi wartawan peliput untuk majalah Life. Semua mata dan telinga tertuju ke pertanidngan ini.

Ali kalah angka setelah sempat jatuh di ronde ke 15 oleh pukulan keras Frazier.

George Foreman v Muhammad Ali - 30 Oktober 1974, Kinshasa, Zaire

Kalau Ali-Frazier I membuktikan tidak ada olahraga lebih besar dari tinju, The Rumble in the Jungle merupakan bukti bahwa tidak ada olahraga lebih gila dari tinju.

Tahun 1973 Foreman menghabisi Frazier hanya dalam dua ronde lewat pertarungan yang brutal. Foreman dianggap sebagai reinkarnasi Liston dan disebut sebagai petinju dengan pukulan paling keras sepanjang sejarah.

Pertarungan Ali-Foreman oleh Don King digelar di Zaire (kini menjadi Kongo) yang saat itu dikuasai oleh diktator Mobutu.

Tak ada yang menjagokan Ali. Namun ia membuktikan ialah petinju terhebat di muka bumi ketika memukul KO si jago pukul Foreman di ronde ke-8.

Mike Tyson v James 'Buster' Douglas - 11 Februari 1990, Tokyo, Japan

Satu rumah taruhan Las Vegas memberikan probalitas 1 banding 42 bagi Douglas untuk mengalahkan Tyson. Itu saja sudah memberikan gambaran betapa tidak dianggapnya petinju yang satu ini.

Menjelang pertarungan Douglas ditinggal istrinya dan kemudian ibunya meninggal karena serangan jantung. Tetapi tragedi itu malah memotivasi Douglas untuk bertarung.

Tyson sementara itu dibekap oleh problem minuman, obat-obatan, dan penyakit mental. Douglas sempat dipukul jatuh di ronde ke-8 tetapi balas memukul jatuh Tyson di ronde ke-10 untuk memenangkan pertarungan.

Aura kehebatan Tyson hancur berantakan malam itu juga. Ia tidak pernah bisa kembali ke puncak penampilannya. Douglas kehiangan sabuknya delapan bulan kemudian di tangan Evander Holyfield.

Evander Holyfield v Mike Tyson - 28 June 1997, Las Vegas, USA

Walau tinju tidak lagi merupakan sebuah kegiatan yang mempunyai nilai-nilai kriminal seperti jaman John L Sullivan, namun tinju tidak sepenuhnya mampu membuang label itu jauh-jauh.

Tujuh bulan sebelumnya Holyfield menghentikan Tyson setelah kubu Tyson menganggap rendah dan kurang mempersiapkan diri karena menganggap Holyfield adalah petinju yang sudah lewat masa jayanya.

Kali ini Tyson mempersiapkan diri lebih baik tetapi ia juga mempersiapkan senjata khusus: menggigit kuping lawan. Tyson jengkel karena dalam pertarungan pertama Holyfield dianggap banyak menggunakan kepalanya untuk melukai wajah Tyson.

Di ronde ketiga Tsyon menggigit kuping Holyfield dan kemudian memuntahkannya di ring. Wasit Mills Lane tak punya pilihan kecuali menghentikan pertarungan dan memberikan kemenangan untuk Holyfield.


http://www.bbc.co.uk/indonesia/olahraga/2011/06/110627_boxing.shtml

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Maaf gan saya tau tempat yang cocok untuk berlatih tinju kalau gak slah ada di jln kelapa gading , tempatnya sangat bagus, bersih, dan pelatihnyapun sangat baik.

Posting Komentar