Industrialisasi Perikanan Indonesia Butuh Terobosan

Industrialisasi Perikanan Indonesia Butuh Terobosan


Menteri Kelautan dan Perikanan, Sharif Cicip Sutardjo mengatakan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memerlukan terobosan dalam mengoptimalkan realisasi konsep industrialisasi perikanan di Indonesia.

"Dengan konsep baru industrialisasi perikanan kita memerlukan tenaga, aksi, dan terobosan-terobosan," kata Sharif Cicip Sutardjo seusai acara pelantikan jabatan struktural eselon satu KKP di Jakarta, Kamis (23/2).

Sharif dalam berbagai kesempatan kerap memperkenalkan konsep industrialisasi perikanan yang menjadi konsep utama yang dikemukakannya setelah menggantikan posisi Fadel Muhammad.

Menurut dia, dalam industrialisasi kelautan dan perikanan, keterkaitan antara hulu tidak berjalan baik bila tidak ada daya tarik dari industri di hilir, yaitu di pengolahan dan pemasaran.

"Perbaikan hulu hingga hilir dilakukan untuk meningkatan daya saing produk perikanan. Sinergitas pemerintah pusat, pemda, swasta maupun masyarakat menjadi kunci sukses dalam upaya peningkatan daya saing tersebut," katanya dalam Rapat Koordinasi Nasional KKP di Jakarta, 7 Februari.

Selain itu, ia juga mengemukakan bahwa KKP ingin meletakkan para pelaku usaha bidang kelautan dan perikanan sebagai subjek yang memberdayakan komoditas kelautan dan perikanan dan bukannya sebagai objek.

Menurut Sharif, konsep industrialisasi perikanan yang dia lontarkan bertujuan untuk menciptakan nilai tambah sehingga bisa mengakselerasi peningkatan kesejahteraan nelayan dan pelaku usaha perikanan lainnya.

Bila dikelola dengan tepat dan baik, lanjutnya, maka dipastikan terdapat potensi sumber daya kelautan dan perikanan Indonesia yang sangat melimpah yang juga dapat digunakan sebagai motor penggerak roda perekonomian daerah maupun nasional.

Untuk itu, Menteri Kelautan dan Perikanan juga memandang perlunya upaya terpadu berbagai pihak baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, sektor swasta maupun masyarakat.

"Dengan kata lain, daya saing harus dibangun berdasarkan atas keterpaduan dan keterlibatan semua `stakeholder` (pemangku kepentingan)," katanya.



Belum optimal

Namun, Sharif juga mengungkapkan bahwa pembangunan industrialisasi kelautan dan perikanan saat ini belum optimal dan masih banyak kendala yang ditemukan, baik di hulu maupun di hilir.

Karena itu, kebijakan dan strategi KKP dalam pembangunan industrialisasi diarahkan antara lain untuk mendorong percepatan dan perluasan pengurangan kemiskinan melalui program peningkatan kehidupan nelayan.

Selain itu, KKP juga akan mendorong perluasan dan percepatan pembangunan ekonomi Indonesia, khususnya pembangunan kelautan dan perikanan di tiga koridor ekonomi (Bali-Nusa Tenggara, Sulawesi dan Maluku-Papua) serta merumuskan perencanaan pembangunan kelautan dan perikanan pada tahun 2013 yang dititikberatkan pada industrialisasi kelautan dan perikanan.

Sharif juga merombak sejumlah pejabat eselon satu untuk dapat mengoptimalkan kinerja kementerian yang dipimpinnya dalam merealisasikan konsep industrialisasi perikanan tersebut.

Menurut dia, "tour of duty" atau pemindahan posisi seseorang di dalam jabatan struktural dengan alasan lebih dibutuhkan di tempat yang lain dinilai merupakan hal yang biasa di dalam pemerintahan.

Terdapat tujuh pejabat baru yang dilantik di KKP, antara lain Heriyanto Marwoto sebagai Direktur Jenderal Perikanan Tangkap menggantikan Dedy Heryadi Sutisna yang menjadi Staf Ahli Bidang Ekologi dan Sumber Daya Laut, dan Saut Parulian Hutagalung sebagai Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan menggantikan Victor PH Nikijuluw yang menjadi Staf Ahli Bidang Kebijakan Publik.

Selain itu, terdapat pula Slamet Soebjakto sebagai Dirjen Perikanan Budidaya menggantikan Ketut Sugama, dan Rizal Max Rompas sebagai Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan menggantikan Endhay Kusnendar.


Prioritaskan enam komoditi

Ketika ditemui seusai pelantikan, Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) KKP yang baru, Saut Hutagalung, mengatakan, pihaknya akan memprioritaskan sebanyak enam komoditas hasil kelautan dan perikanan untuk didahulukan pada tahun 2012 ini.

Saut mengatakan penetapan sebanyak enam komoditas unggulan itu bukan berarti bahwa komoditas lain tidak diperhatikan tetapi hal tersebut juga diakibatkan faktor keterbatasan anggaran.

Selain itu, lanjutnya, penetapan enam komoditas unggulan pada tahun 2012 juga dinilai akan membuat pihak KKP akan lebih fokus dalam melaksanakan tugas yang diamanahkan kepada KKP.

Sebanyak enam komoditas unggulan yang diprioritaskan oleh KKP tersebut adalah udang, tuna, rumput laut, lele, bandeng, dan patin.

Sedangkan secara keseluruhan, ujar dia, pihaknya akan memperkuat kemitraan dengan "stakeholder" atau pemangku kepentingan dan dengan berbagai kementerian terkait seperti Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan.


Perbaikan sistem logistik

Saut memaparkan, pihaknya sedang melakukan akselerasi industrialisasi perikanan sehingga tidak hanya di sektor hilir atau pengolahan tetapi juga di sektor hulu yaitu dengan memperbaiki sistem produksi ikan.

Sementara salah satu hal yang termasuk dalam akselerasi perikanan, lanjutnya, adalah dengan mendorong perbaikan sistem logistik yang berkaitan erat dengan masalah jaminan ketersediaan bahan baku.

Untuk saat ini, KKP telah membangun sejumlah sarana untuk memperbaiki sistem logistik itu di beberapa titik seperti "cold storage" atau tempat penyimpanan dingin.

Selain itu, Saut juga mengemukakan bahwa terdapat juga upaya untuk memperbaiki jalur transportasi atau seperti dengan menggunakan kapal atau pelayaran atau dengan menggunakan pesawat.

Ia mencontohkan, pengangkutan yang mesti menggunakan jalur udara adalah seperti pengangkutan ikan tuna segar yang ditangkap dari daerah pesisir Sumatera Barat yang akan dipasarkan ke wilayah DKI Jakarta.

Saut juga menegaskan bahwa pihaknya juga tidak hanya memperkuat sistem logistik nasional tetapi juga dalam melakukan harmonisasi dengan berbagai daerah di kawasan ASEAN atau Asia Tenggara apalagi mengingat adanya program Masyarakat Ekonomi Asia Tenggara 2015.

Dirjen P2HP berpendapat, masalah utama di sektor perikanan yang mengakibatkan munculnya wacana kontroversi terkait impor perikanan dinilai lebih terletak pada permasalahan distribusi dari daerah surplus ke minus dan bukan terkait jumlah tangkapan.

"Masalah utama itu bukan ikan yang kurang, tapi distribusi yang tidak merata," katanya.

Saut mencontohkan, daerah yang dinilai surplus produksi antara lain terdapat di daerah perairan kawasan Indonesia bagian timur tetapi kebanyakan daerah pengolahan dan pasar sasaran terletak di Indonesia bagian barat.

Namun, menurut dia, membutuhkan banyak waktu untuk dapat menemukan berbagai solusi terkait persoalan hal tersebut seperti melakukan perbaikan infrastruktur jalur pelayaran dari timur ke barat.

"Mungkin untuk penumpang ada pelayaran reguler, tetapi untuk barang-barang masih susah," katanya.

Untuk itu, ia juga mengemukakan bahwa pihaknya juga sedang mengembangkan sistem logistik ikan nasional yang diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan agar distribusi dari produksi perikanan di Indonesia dapat lebih merata dengan mengangkut ikan dari sentra-sentra penangkapan perikanan yang surplus.


Importasi dan armada

Mengenai kontroversi permasalahan importasi ikan, Saut mengatakan bahwa hal tersebut merupakan upaya terakhir bila jumlah produksi ikan nasional tidak mencukupi pada periode waktu tertentu yang paceklik seperti pada berbagai musim yang minim terjadi penangkapan.

"Kementerian harus membantu ketersediaan bahan baku (perikanan) ini," katanya.

Ia mencontohkan, pada bulan Januari-Februari ini terdapat gelombang besar yang mengakibatkan banyak kapal nelayan yang tidak melaut atau tidak melakukan penangkapan seperti biasanya.

Karena itu, ujar dia, KKP juga harus memikirkan tentang ketersediaan pasokan bahan baku agar operasionalisasi berbagai industri di sektor perikanan juga masih dapat berjalan dengan baik.

Sementara itu, terkait masalah armada kapal, Kepala Badan Pengembangan SDM Kelautan dan Perikanan Sjarief Widjaja mengungkapkan, hanya sekitar 0,6 persen dari armada kapal nelayan di seluruh Indonesia yang memiliki bobot di atas 30 grosston (GT) atau memiliki potensi dan kapabilitas berlayar hingga ke lautan lepas.

"Dari sebanyak 590 ribu kapal di Indonesia, hanya sekitar 4.000 kapal yang berbobot di atas 30 GT," kata Sjarief Widjaja, dalam acara bedah buku "Transformasi Nelayan: Formula Membangun SDM Kelautan dan Perikanan" di Jakarta, Jumat (24/2).

Sebagai perbandingan, ujar Sjarief Widjaja, Vietnam memiliki jumlah armada kapal sebanyak 35.000 unit kapal. Dari jumlah tersebut, terdapat sekitar 24.000 unit kapal yang berbobot di atas 30 GT.

Menurut Sjarief, hanya kapal berbobot 30 GT yang memiliki kemampuan untuk menangkap hasil perikanan hingga ke laut lepas sedangkan kapal di bawah itu lebih sesuai di daerah pesisir.

Ia menyayangkan mengenai hal ini karena sebenarnya Indonesia memiliki sumber daya nelayan yang merupakan salah satu yang terbesar di dunia yaitu sebanyak 2,7 juta orang.

Namun, ujar dia, dari sebanyak 2,7 juta nelayan itu sebagian besar hanya mampu melaut di daerah pesisir tetapi hanya sedikit sekali nelayan yang memiliki kapal yang mampu menangkap ikan hingga ke laut lepas.

"Pengalaman negara-negara seperti Jepang, Korea, dan China adalah jumlah nelayan dan armada mereka tidak besar tetapi mereka mempunyai kapasitas `sailormanship` (kepelautan) yang lebih tinggi dari kita," katanya.

Bahkan, masih menurut Sjarief, negara-negara tetangga seperti Filipina dan Vietnam juga memiliki jiwa kepelautan yang lebih tinggi meski jumlah nelayan yang mereka miliki lebih sedikit tetapi banyak dari mereka yang "bertanding" dalam mencari ikan hingga ke daerah laut lepas.

Untuk itu, ia mengemukakan bahwa pihaknya akan mengembangkan dua strategi yaitu meningkatkan kemampuan sumber daya nelayan agar tidak hanya dapat lebih trampil dalam mengoperasikan kapal berbobot besar tetapi juga agar memiliki jiwa kepelautan yang tinggi antara lain agar dapat tahan tinggal di laut lepas hingga selama periode jangka waktu berbulan-bulan.

Selain itu, strategi lainnya mengembangkan mata pencaharian alternatif bagi nelayan agar mereka juga dapat memiliki penghasilan saat paceklik. 


http://www.antaranews.com/berita/299277/industrialisasi-perikanan-indonesia-butuh-terobosan

0 komentar:

Posting Komentar