Manusia sebagai Makhluk Spritiual
Secara fitrah manusia menginginkan “kesatuan dirinya” dengan Tuhan,
karena itulah pergerakan dan perjalanan hidup manusia adalah sebuah
evolusi spiritual menuju dan mendekat kepada Sang Pencipta. Tujuan mulia
itulah yang akhirnya akan mengarahkan dan mengaktualkan potensi dan
fitrah tersembunyi manusia untuk digunakan sebagai sarana untuk mencapai
“spirituality progress”.
Di masa modern sekarang agama adalah kebutuhan pokok yang tidak bisa
lupakan, bahkan tidak sesaat-pun manusia mampu meninggalkan agamanya,
yang mana agama adalah pandangan hidup dan praktik penuntun hidup dan
kehidupan, sejak lahir sampai mati, bahkan sejak mulai tidaur sampai
kembali tidur agama selalu akan memberikan bimbingan, demi menuju hidup
sejahtera dunia dan akhirat. Ponsel yang tidak dapat dilepaskan dari
kehidupan sehari-hari masyarkat Indonesia bisa menjadi alat bantu untuk
lebih mendekatkan diri kepada Tuhan melalui fitur-fitur spiritual.
Maraknya penggunaan fitur spiritual ini sebenarnya tak hanya merebak
di Indonesia. Menurut Craig Warren Smith, Senior Advisor University of
Washington’s Human Interface Technology Laboratory, spiritual computing
telah ada di negara-negara lain, seperti penggunaan fitur spiritual
untuk umat Budha. Menurut Craig, nantinya fitur spritual akan menjadi
faktor penting dalam keagamaan.
Berdasarkan penelitian beberapa ahli dari Georgia Institute of
Technology Atlanta dan Computer Science & Engineering, University of
Washington tentang Sacred Imagery in Techno-Spiritual Design, biasanya
orang memakai fitur spiritual semacam ini untuk mendukung aktivitas
ibadah mereka. Misalnya Gospel Spectrum, sebuah sistem visualisasi
informasi yang memungkinkan penggunanya mempelajari Bible secara visual.
Belum lagi fitur spritual untuk umat Budha dan sebagainya.
Salah satu contoh fitur spiritual yang dekat dengan masyarakat
Indonesia saat ini adalah Athan Time. Aplikasi ini mengingatkan
penggunanya untuk menjalankan solat lima waktu. Ini merupakan salah satu
fitur yang dibuat untuk mendukung praktik techno-spiritual secara
efektif. Selain itu, fitur ini juga berfungsi menghubungkan orang dengan
pengalaman religius mereka. Beberapa responden dari penelitian yang
dilakukan oleh Susan P. Wyche, Kelly E. Caine, Benjamin K, Davison,
Shwetak N. Patel, Michael Arteaga, dan Rebecca E. Grinter menyebutkan,
penggunaan fitur spiritual Islami, membuat mereka “melihat dan
merasakan” spiritualitas yang ada.
Menurut Abraham Maslow manusia mempunyai lima kebutuhan yang
membentuk tingkatan-tingkatan atau disebut juga hirarki dari yang paling
penting hingga yang tidak penting dan dari yang mudah hingga yang sulit
untuk dicapai atau didapat. Motivasi manusia sangat dipengaruhi oleh
kebutuhan mendasar yang perlu dipenuhi. Kebutuhan maslow harus memenuhi
kebutuhan yang paling penting dahulu kemudian meningkat ke yang tidak
terlalu penting. Untuk dapat merasakan nikmat suatu tingkat kebutuhan
perlu dipuaskan dahulu kebutuhan yang berada pada tingkat di bawahnya.
Lima (5) kebutuhan dasar Maslow – disusun berdasarkan kebutuhan yang paling penting hingga yang tidak terlalu krusial :
1. Kebutuhan Fisiologis. Contohnya adalah :
Sandang / pakaian, pangan / makanan, papan / rumah, dan kebutuhan
biologis seperti buang air besar, buang air kecil, bernafas, dan lain
sebagainya.
2. Kebutuhan Keamanan dan Keselamatan. Contoh seperti : Bebas dari penjajahan, bebas dari ancaman, bebas dari rasa sakit, bebas dari teror, dan lain sebagainya.
3. Kebutuhan Sosial. Misalnya adalah : memiliki teman, memiliki keluarga, kebutuhan cinta dari lawan jenis, dan lain-lain.
4. Kebutuhan Penghargaan. Contoh : pujian, piagam, tanda jasa, hadiah, dan banyak lagi lainnya.
5. Kebutuhan Aktualisasi Diri. Adalah kebutuhan dan keinginan untuk bertindak sesuka hati sesuai dengan bakat dan minatnya
Menjelang akhir hayatnya, Abraham Maslow menyadari dan menemukan
adanya kebutuhan yang lebih tinggi lagi pada sebagian manusia tertentu,
yaitu yang disebut sebagai : kebutuhan transcendental. Berbeda dengan
kebutuhan lainnya yang bersifa horizontal (berkaitan hubungan antara
manusia dengan manusia), maka kebutuhan transcendental lebih bersifat
vertikal (berakaitan dengan hubungan manusia dengan Sang Pencipta).
Muthahhari, Seorang filsuf muslim dunia yang menghasilkan banyak karya
filosofis berharga– pernah menyatakan bahwa manusia itu sejati dan
senyatanya adalah sosok makhluk spiritual.
Maka tak aneh kalau kemudian muncul istilah Spritual Quantient (SQ)
yang membahas ‘siapa saya’. Istilah SQ menjadi populer melalui buku SQ:
Spritual Quotient,The Ultimate Intelligence (London, 2000) karya Danah
Zohar dan Ian Marshall, masing-masing dari Harvard University dan Oxford
University. SQ diklaim memiliki dasar dan bukti ilmiah. Pakar
neurosains pada tahun 1990-an menemukan adanya “Titik Tuhan” atau God
Spot di dalam otak. Titik Tuhan ini adalah sekumpulan jaringan saraf
yang terletak di daerah lobus temporal otak, bagian yang terletak di
balik pelipis. Dari eksperimen yang menggunakan sensor magnetis
ditemukan adanya korelasi antara aktivitas berpikir tentang hal sakral
seperti kedamaian, cinta, kesatuan, Tuhan dengan aktivitas magnet pada
lobus temporal otak.
http://duniabaca.com/mengapa-manusia-disebut-mahkluk-spiritual.html
0 komentar:
Posting Komentar